copy-paste about Jengkel, Ayah Banting Balita Hingga Tewas

Posted by agaachr , 31 Oktober 2009 23.50

PEKALONGAN | SURYA - Peristiwa memilukan terjadi di RT1 RW3, Kelurahan Gamer, Pekalongan Timur, Jawa Tengah, Jumat (30/10) malam. Seorang ayah, Widiatno, 28, tega membanting anak kandungnya, Cinta Widya Kurnia, yang masih berusia empat bulan. Penyebabnya sepele, sang ayah gusar karena si bayi nangis terus.

Akibat perbuatan sadis tersebut, Cinta dilarikan ke RS Kalisari Batang oleh ibunya, Kurniati, 18, bersama sejumlah tetangga. Namun malang, perawatan semalam di rumah sakit tersebut tak mampu menolong jiwa si bayi. Cinta meninggal dunia, Sabtu (31/10) sekitar pukul 10.00 WIB. Karena kekerasan sang ayah, Cinta meninggal dengan kondisi luka tulang leher patah serta luka dalam di kepalanya.

Polisi yang mendapat laporan dari para tetangga, langsung bertindak dengan manangkap Widiatno. Ia dibekuk tanpa perlawanan di rumahnya, Sabtu.

Kapolresta Pekalongan AKBP Drs Aris Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Purwanto menjelaskan, dari hasil utopsi Cinta Widya Kurnia mengalami patah tulang leher serta luka dalam di kepala yang cukup parah.

“Melihat kondisinya, bayi itu sepertinya dibanting secara sengaja dengan keras oleh tersangka. Guna pengusutan lebih lanjut, sejumlah saksi telah dimintai keterangan,” kata Purwanto didampingi Kaur Bin Ops Reskrim Iptu Herie Purwanto, Sabtu (31/10).

Menurut Ny Kurniati, Jumat malam itu awalnya bayi malang tersebut dalam gendongannya, setelah diberikan ASI (air susu ibu). Bayinya ketika itu dalam kondisi kurang sehat sehingga rewel. Dalam gendongannya, Cinta tiba-tiba muntah-muntah, mungkin terlalu banyak minum ASI. Setelah muntah itu, Cinta menangis.
Karena muntahan mengenai bajunya, Kurniati bermaksud membersihkan bajunya dulu. Lalu Kurniati meminta Widiatno menggendong Cinta.

Entah kenapa, bayi perempuan itu terus menangis dalam gendongan sang ayah. Karena terus rewel dan menangis, Widiatno mulai terlihat gusar dan emosi. Sang ayah mulai memukuli bokong Cinta sambil terus ngomel agar anaknya itu tidak rewel dan nangis.

Sebaliknya, mungkin karena pukulan ayahnya dirasa sakit, sang bayi justru bertambah kencang tangisannya.

Melihat bokong anaknya dipukuli dan Cinta makin kencang tangisannya, Kurniati langsung berupaya mengambil alih gendongan anaknya. Tetapi Widiatno justru semakin marah.

“Pada saat itu, saya bilang kepada suami saya, pokoknya tidak boleh memukul anaknya lagi. Tapi dia malah emosi kemudian membawa Cinta ke samping rumah,” kata Kurniati.

Beberapa detik kemudian ibu muda itu justru menyaksikan kejadian yang sama sekali tak pernah diduganya. Dengan gusar dan emosi, Widiatno membanting bayinya ke tanah dengan kerasnya. Akibatnya, si bayi langsung tidak bergerak meski nafasnya masih terlihat tersengal-sengal. Melihat kejadian itu Kurniati kontan menjerit histeris sambil berteriak-teriak meminta tolong kepada para tetangga. Sebaliknya, setelah membanting anaknya, Widiatno berlalu meninggalkan rumah.

Sebelum meninggal, Cinta sempat tak sadarkan diri sehingga Kurniati segera membawanya ke RSUD Kalisari Batang dibantu sejumlah tetangga. Saat dibawa ke RSUD, kondisi Cinta sudah mengkhawatirkan, dengan beberapa luka di tubuhnya.

Namun malang, setelah sempat mendapat perawatan semalam, Cinta akhirnya meninggal dunia.
Mengatahui putri semata wayangnya tewas, Kurniati shock dan sempat beberapa kali jatuh pingsan. Kurniati langsung meminta tolong tetangganya untuk melaporkan kejadian tersebut kepada polisi. Polisi yang mendapat laporan segara mendatangi TKP melakukan pengusutan. Tersangka Widiatno dengan mudah ditangkap di rumahnya.

Secara terpisah, dr Bambang yang memeriksa Cinta ketika dimintai tanggapannya mengenai peristiwa memilukan itu menjelaskan, ”Macan saja tidak akan memakan anaknya sendiri, apalagi manusia. Dengan demikian, psikis pelaku perlu diperiksakan,” tegasnya.

Kekerasan Anak Meningkat

Kisah pilu yang dialami Cinta Widya Kurnia ini menambah daftar panjang kekerasan orangtua terhadap anak.
Di Jawa Timur, kasus kekerasan anak yang menonjol baru saja menimpa Endy Tegar Kurniadinata, pada subuh dini hari, Minggu, 5 Juli 2009 lalu. Bocah 3,5 tahun asal Dusun Robahan, Kelurahan/Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun itu kaki kanannya putus setelah dilindaskan ke kereta api (KA) oleh ayah kandungnya, Puryanto, 27.

Perbuatan sadis Puryanto itu dipicu pertengkaran dan kecemburuan terhadap sang istri, Devi Kristiani, 25, setelah keinginan bersebadan ditolak. Kini Puryanto menjadi terdakwa dalam sidang di Pengadilan Negeri Madiun dengan dakwaan pasal berlapis.

Meningkatnya kekerasan terhadap anak juga sangat disesalkan Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) Seto Mulyadi.

Seto menjelaskan, fenomena kekerasan itu bisa terlihat dari data pelanggaran hak anak yang dikumpulkan Komnas Anak dari data induk lembaga perlindungan anak yang ada di 30 provinsi di Indonesia dan layanan pengaduan lembaga tersebut.

Data menunjukkan, pada tahun 2006 saja jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau sebanyak 13.447.921 kasus, dan pada 2007 jumlahnya meningkat 40.398.625 kasus.

Sedangkan selama periode Januari hingga Juni 2008, Komnas Anak mencatat sebanyak 21.872 anak menjadi korban kekerasan fisik dan psikis di lingkungan sosialnya. Sedangkan untuk data tahun 2009, Seto mengkhawatirkan terjadinya peningkatan.

Seto Mulyadi mendesak pemerintah untuk segera mengatasi masalah kekerasan anak karena akan mengancam kelangsungan dan kehidupan banga di masa depan. Bila kondisi dibiarkan tanpa upaya serius mengatasinya, dikhawatirkan negeri ini bisa kehilangan satu generasi.

Menurut Seto Mulyadi, faktor ekonomi kerap menjadi pemicu utama maraknya kekerasan terhadap anak. “Kemiskinan menyumbang stres terhadap orangtua yang kemudian melampiaskan ke anak,” ujar lelaki yang akrab dipanggil Kak Seto Mulyadi ini.

Faktor kemiskinan, tekanan hidup yang semakin meningkat, kemarahan terhadap pasangan, dan ketidakberdayaan dalam mengatasi masalah ekonomi, menyebabkan orangtua mudah meluapkan emosi kepada anak.

Untuk itu Komnas Anak mendesak pemerintah untuk benar-benar melaksanakan kewajibannya dalam menghentikan kekerasan, penelantaran, diskriminasi dan eksploitasi terhadap anak. Komnas juga mendesak pemerintah untuk memberi alokasi anggaran khusus untuk anak-anak korban kekerasan.

Sementara itu Sekjen Komnas Anak, Arist Merdeka Sirait, menambahkan, pelaku kekerasan terhadap anak sebagian besar adalah orang terdekat yakni keluarga atau tetangga.

“Menurut laporan yang dikumpulkan dari 33 lembaga perlindungan anak yang ada di provinsi dan kabupaten/kota itu, pelaku kekerasan terhadap anak sebagian besar adalah orang terdekat anak,” ujarnya

0 Response to "copy-paste about Jengkel, Ayah Banting Balita Hingga Tewas"